Hernold F Makawimbang tidak Memenuhi Syarat Formil Menjadi Auditor

Hernold F Makawimbang tidak

topmetro.news – Hernold F Makawimbang tidak memenuhi syarat formil menjadi auditor. Berarti keterangan yang disampaikan tidak sah. Bahkan keterangannya dikategorikan keterangan palsu, yang mana dengan keterangan palsu ini, dapat dipidana.

Demikian antara lain penjelasan yang muncul pada sidang permohonan Peninjauan Kembali (PK) Flora Simbolon, Senin (19/10/2020), di Ruang Cakra 5 PN Medan

Sidang itu sendiri berlangsung alot. Baik tim penasihat hukum (PH) pemohon, Oemar Witaryo dan Lamsiang Sitompul, maupun majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan, tampak bersemangat menanyakan pendapat ketiga ahli yang dihadirkan pemohon PK.

Ketiga ahli adalah Kombes Pol (Pur) Dr Warasman Marbun SH MHum selaku ahli hukum pidana dan dua akuntan publik yakni Binsar Sirait dan Mangasa Marbun. “Bila dalam penerapan hukumnya terjadi kekeliruan, maka sebagai ahli saya berpendapat, putusan pengadilan, dapat dibatalkan,” tegas Dr Warasman Marbun menjawab cecaran pertanyaan Hakim Ketua Immanuel Tarigan.

Salah satu novum (bukti baru) pemohon PK yakni pendapat ahli Hernold F Makawimbang yang dinilai tidak berkompeten dalam menentukan hasil perhitungan kerugian keuangan negara. Sebab Hernold, menurut PH pemohon PK, tidak terdaftar dalam Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

“Hasil konfirmasi PH pemohon dengan lembaga IAPI, memang tidak ada konfirmasi langsung dengan unsur IAPI. Kalau mengenai hal itu Yang Mulia bisa menghadirkan langsung unsur IAPI,” timpal Warasman menjawab pertanyaan Hakim Anggota Eliwarti.

Bisa Dipidana

Ketika ditanya oleh Lamsiang Sitompul dari tim PH pemohon, ahli ini menimpali, bahwa Hernold F Makawimbang tidak sah dan tidak berkompeten dijadikan sebagai ahli untuk melakukan investigasi kerugian keuangan negara. Hal itu karena Hernold tidak memiliki sertifikat kualifikasi investigator profesional.

Karenanya, hasil perhitungan angka kerugian keuangan negara tidak sah dan dikategorikan perbuatan dengan melawan hukum. Bahkan, sesuai UU No. 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik yang bersangkutan bisa dipidana.

Indikasi kekeliruan penerapan hukum lainnya pada persidangan awal pemohon PK yakni, termohon PK (Kejari Belawan) sudah menetapkan Flora Simbolon sebagai tersangka, sebelum adanya audit kerugian keuangan negara. “Ini ibarat menetas dulu anak ayamnya baru kemudian lahir induk ayamnya Yang Mulia,” papar Warasman.

Amanat UUD 1945

Menjawab pertanyaan anggota PH pemohon PK lainnya yakni Oemar Witaryo, ahli yang juga dosen pascasarjana itu menimpali, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga diberikan kewenangan oleh negara untuk mengaudit kerugian keuangan negara. Termasuk mereview dan menandatangani temuan kerugian keuangan negara.

“Sesuai amanat Pasal 23 dan 23 E UUD 1945 Yang Mulia, makanya dilahirkan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, standar pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bebas dan mandiri. Bila ditemukan unsur kerugian keuangan negara juga wajib diumumkan,” urai Warasman menjawab pertanyaan hakim anggota lainnya, Yusra.

Sementara menjawab pertanyaan PH pemohon PK, Oemar Witaryo, kedua ahli akuntan publik Binsar Sirait dan Mangasa Marbun sependapat bahwa sebagai akuntan publik di tahapan penyidikan, auditor perlu menghadirkan tersangka berupa wawancara, biar hasilnya obyektif. Bukan sekadar menerima bahan atau dokumen dari penyidik.

Pengajuan Novum

Informasi dihimpun dari Tim PH Flora Simbolon, ketiga novum dimaksud yakni Surat Keterangan IAPI No. 1125/VI/IAPI/2020 tanggal 24 Juni 2020 yang menyatakan Hernold F Makawimbang tidak terdaftar sebagai anggota IAPI. Sehingga berdasarkan sudat itu, maka hasil audit Hernold F Malwimbang adalah tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku. Oleh karena ditolak demi hukum.

Pemohon PK (Flora Simbolon) ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Juli 2018 oleh termohon (penyidik Kejari Belawan). Padahal Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) diperbuat Hernold ditandatangani pada saat dihadirkan termohon PK sebagai ahli di Pengadilan Tipikor pada PN Medan 11 Februari 2019. Artinya, berjarak kurang tujuh bulan lebih dahulu ada penetapan tersangka, baru kemudian ada laporan penghitungan kerugian negara, yang oleh ahli diibaratkan seakan duluan anak menetas baru induknya.

Kedua, Surat Pernyataan M Suhairi sebagai PPK pekerjaan IPAL Martubung, yang menyebut tidak pernah dihadirkan dan diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor pada PN Medan dalam pembuktian tindak pidana pemohon PK (Flora Simbolon), soal adanya perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan M Suhairi. Serta tidak dibebaninya Flora Simbolon membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara oleh Majelis Hakim Kasasi (MA-RI).

Ketiga, Surat Komisi Kejaksaan (Komjak) RI No B-96//KK/07/2020 tanggal 3 Juli 2020, di mana ketua tim penyidik perkara a quo Akbar Pramadhana, telah dijatuhi sanksi hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun sesuai SK Jaksa Agung No: KEP-IV.073/B/WJA/11/2019 tanggal 26 November 2019.

Vonis Bebas

Dengan demikian, sesuai Pasal 184 KUHAPidana jo. Pasal 191 KUHAPidana, tim PH pemohon PK mengajukan permohonan, agar Majelis Hakim PK nantinya menjatuhkan vonis bebas dan segera memerintahkan termohon PK mengeluarkan kliennya dari tahanan.

Pada sidang terdahulu, di tingkat Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Flora Simbolon dinyatakan terbukti bersalah melanggar pidana Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pemohon PK dipidana delapan tahun dan denda Rp200 juta sub tiga bulan kurungan. Membebankan terdakwa membayar UP Rp7.454.935.947,53. Bila selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan bila tidak mencukupi diganti pidana penjara tiga tahun

Namun di Pengadilan Tipikor pada PT Medan, pemohon PK divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta. Subsidair tiga bulan penjara. Dan tingkat kasasi -dissenting opinion- dijatuhi pidana empat tahun penjara dan denda Rp200 juta. Subsidair kurungan enam bulan.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment